Sekalipun dibumbui tematik khas Dota 2, dengan tipe model permainan player vs player yang jauh lebih simpel dengan genre Trading Card Game (TCG).
Artifact, yang baru saja diluncurkan tidak sampai satu setengah bulan lalu (rilis 28 November 2018) kini mulai hilang tak berbekas.
Menurut Steam Charts, collectible card game ini sentuh angka concurrent users (CCU) terendah, ke angka 2.200 pemain.
Buat perbandingan, saat pertama rilis, Artifact mampu meraup all-time peak hingga 60.740 pemain. Namun, lambat laun tren penurunan user pun tak terhindarkan dari hari ke hari.
Rasa antusias yang besar akan game kartu digital bertemakan Dota 2 seakan tak terpuaskan dengan game berbayar ini.
Hanya dalam hitungan dua setengah minggu, Artifact CCU turun drastis dan hanya maksimal capai 10.000 pemain.
Menyadari hal ini, Valve ambil langkah cepat dengan meluncurkan berbagai update baru yang sajikan fitur-fitur menyegarkan. Termasuk penambahan deck kartu pada mode Call to Arms, dan implementasi sistem emoji yang cukup menarik.
Sepekan berikutnya, update besar kembali disodorkan bagi user Artifact, mencakup skill rating, progression system, serta sejumlah penyesuaian lainnya.
Berhasil menaikkan user ke angka 11 ribu, namun hanya bertahan satu-dua hari saja. Artifact CCU turun drastis lagi sepanjang masa liburan panjang kemarin.
Sempat digadang-gadang sebagai pesaing kuat dari Hearthstone, Artifact merupakan langkah berani untuk menarik peminat TCG plus fans setia Dota 2.
BACA JUGA: BOOM ID Hadapi OG di Pertandingan Pembuka Bucharest Minor
Dengan konsep kental aroma PvP, sistem tiga lane, kesamaan hero, tower, creep, Artifact harusnya punya potensi besar esports di masa mendatang.
Apa kesalahan dari Gabe Newell meski game ini dirancang Richard Garfield, hingga Artifact bisa dikatakan ‘flop‘?
“Artifact adalah kekacauan dari sebuah strategi monetisasi, yang sudah terlihat sejak Valve mulai ungkap sistem kerjanya.
Game ini bukan free-to-start, free-to-play, bahkan tidak juga free-to-continue-playing,” tulis Dave Thier, kontributor berita yang sampaikan ulasannya tentang Artifact via Forbes.
Padahal, menurut Dave, banyak game kartu saling berikan ‘jasa’ berupa kartu-kartu menarik untuk dimainkan sejak awal. Dengan harapan pemain akan rela merogoh kocek lebih dalam untuk ke depannya.
Apakah keterpurukan ini akan terus berlanjut? Bagaimana nasib dan janji manis Valve untuk menggarap esports dari Artifact ke depannya?
Editor: Yubian A. Huda
Discussion about this post