Industri video game dunia memang telah semakin berkembang mengikuti banyaknya pemain game online saat ini. Salah satu tujuan pengembang video game memasarkan gamenya adalah Indonesia.
Tercatat berdasarkan data dari Newzoo memiliki jumlah pemain game online yang banyak yakni 43.7 juta orang. Maka tak heran industri video game dalam negeri menjadi lahan basah bagi developer dan publisher game asing.
Dengan banyaknya jumlah pemain game online Indonesia memainkan game milik pengembang asing, Mirza Adityaswara selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi mengalami kerugian.
“Kalau kita main game itu kelihatan enggak di NPI (Neraca Pembayaran Indonesia) ? Sekarang sih enggak, tapi yang pasti itu uang Indonesia ke luar. Mungkin hanya setengah dolar, tapi kalau yang main dua juta orang, ya itu uang keluar untuk games itu,” ungkap Mirza Adityaswara dikutip dari CBNC.
Berdasarkan data dari Agate selaku pengembang game lokal, Indonesia hanya mendapatkan keuntungan sebesar 0,4 persen. Berbeda jauh dengan Jepang sebesar 81 persen dan Tiongkok sebesar 68 persen karena pasar game dikuasai oleh produk dalam negeri.
BACA JUGA: Fortnite Kalahkan Dota 2 & LoL sebagai Esports Game of the Year di Golden Joystick Awards 2019
Pengembang game lokal Indonesia sebenarnya mempunyai kualitas yang baik akan gamenya, namun ekosistem di Indonesia saat ini tidak berpihak kepada pengembang lokal.
Hal itu dikemukakan oleh Adam Ardizasmita selaku CEO Arsanesia. “Kalau ada kebijakan semua game yang dipublish di Indonesia harus bekerja sama dengan publisher lokal, tentu porsi pie [pangsa pasar] ke dalam negeri akan naik,” ungkap Adam.
Pengembang game asing juga mendapatkan “kebebasan” untuk memasarkan gamenya di Indonesia tanpa menggandeng pengembang game lokal atau seleksi dari pihak pemerintah, layaknya di Tiongkok, sehingga semuanya nanti akan kembali lagi menjadi keuntungan milik Indonesia.
Discussion about this post