Sepanjang bergulirnya musim DPC 2018-2019 kita dikejutkan oleh tiga kasus rasisme yang dilakukan oleh pemain Dota 2.
Yang pertama adalah Andrei Gabriel “Skemberlu” Ong. Pemain berkebangsaan Filipina tersebut menulis “Gl chingchong” saat melawan wakil China, RNG di DreamLeague Minor Season 10.
Kasus kedua menimpa Carlo “Kuku” Palad setelah melakukan chat-all bernada rasisme yang membuat komunitas Dota 2 Tiongkok geram. Dan yang sedang hangat yaitu Sebastian“Ceb” Debs dengan permasalahan chat rasis yang tertuju kepada orang Rusia.
Dari ketiga kasus tersebut, 2 kasus yang paling menyita perhatian publik Dota 2, yaitu kasus yang menimpa Kuku dan Ceb di mana untuk Kuku, dirinya dilarang hadir oleh Valve di Chongqing Major 2019.
Untuk Ceb sendiri, dirinya masih diperbolehkan untuk hadir di EPICENTER Major 2019, namun OG menghukumnya berupa denda dan seluruh penghasilannya dari EPICENTER Major akan disumbangkan ke lembaga amal.
Disini kita melihat ada “ketidakadilan” Valve dalam menyelesaikan permasalahan rasisme yang dilakukan Kuku dan Ceb. Ada beberapa hipotesis yang ditemukan oleh penulis yang bisa menjawab, mengapa penyelesaian kasus Kuku dan Ceb berbeda dan terkesan “pilih kasih”.
Hipotesis pertama adalah perbedaan tekanan dari komunitas, di mana komunitas Dota 2 Tiongkok lebih merespon dengan ganas daripada komunitas Dota 2 Rusia.
Kita sendiri ketahui bahwa, banyak tim Dota 2 asal Tiongkok ikut mengecam aksi rasisme Kuku seperti PSG.LGD, Vici Gaming dan Team Aster.
Sedangkan untuk kasus Ceb, hanya seorang Alexei “Solo” Berezin yang dengan keras bersuara mengenai permasalahan rasis yang dilakukan oleh Ceb.
Sehingga akibat dari tidak terlalu banyaknya tekanan yang dilakukan komunitas Dota 2 Rusia, menjadikan Valve tidak menghukum Ceb layaknya hukuman kepada Kuku, padahal Kuku lebih banyak mendapatkan dukungan dari para talent Dota 2.
Hipotesis kedua adalah perbedaan sikap pemerintah (Tiongkok dan Rusia) dalam kasus rasisme ini.
Pemerintah Tiongkok sangat ketat dengan keputusan atau masalah setiap individunya. Tidak hanya Kuku, Justin Bieber dan Katy Perry juga dilarang ke negeri tirai bambu tersebut.
Sedangkan pemerintah Rusia, cenderung pasif sehingga Valve dalam memutuskan permasalahan kedua kasus tersebut berbeda karena Valve tidak mendapat tekanan dari pemerintah Rusia.
Hipotesis ketiga yang menyebabkan Valve tidak memberikan hukuman yang sama kepada Ceb adalah karena status Ceb sebagai juara TI sedangkan Kuku tidak.
Jika Ceb dilarang tampil di EPICENTER Major 2019, maka hype akan turnamen major tersebut akan berkurang dan tentunya bisa saja “uang yang mengalir” ke Valve akan berkurang akibat tidak hadirnya salah satu pemain juara TI yang dihukum tidak boleh hadir.
Selain itu, OG juga saat ini sedang ditunggu kebangkitannya sehingga, momen tersebut sangat cocok untuk membuat Valve tidak memberikan hukuman yang sama dengan Kuku.
Berikut 3 hipotesis yang bisa saja menjadi alasan mengapa Valve “pilih kasih” dalam menyelesaikan kasus rasisme Kuku dan Ceb. Perlu diingat bahwa ketiga hipotesis ini belum tentu benar, karena hanya berdasarkan analisis dari serangkaian fakta yang ditemukan.
Discussion about this post